Menulis = Kegiatan Menyehatkan. Banyak orang awam yang mengatakan bahwa menulis itu
sangat sulit dan membingungkan bahkan takut akan menulis. Padahal menulis itu
suatu hal yang mengasyikkan dan menyenangkan, disamping itu menulis memang
banyak manfaatnya. Menulis bisa menjernihkan pikiran kita dari stees. Dengan
menulis kita bisa menghilangkan rasa strees sehingga dengan banyak kita menulis
semakin menyehatkan. Menulis dapat di
katakan menyehatkan karena dengan menulis dapat mengatasi trauma, membantu mendapatkan
dan mengingatkan informasi baru, membantu memecahkan masalah dan yang paling
menarik dengan menulis dapat membuat awet muda. Menulis setiap hari membuat
kulit menjadi tetap segar dan saat bangun dapat meningkatkan aktivitas sel.
Ada fakta yang membuktikkan bahwa menulis dapat
mengatasi trauma lihat kisah John Mulligan. Selama enam tahun, veteran perang
Vietnam ini menjadi gelandangan di North Beach, San Fransisco. Pengalaman yang berdarah-darah
di Vietnam membuat dirinya menjadi trauma. Jiwanya terluka dan hampa dalam
menjalani hidup rasanya seperti orang-orang yang berada di jalanan
berlalu-lalang tidak mempunyai pendirian. Akan tetapi hidupnya berubah total
dan ia sama sekali tidak merasakan hidup yang hampa dan jiwanya sembuh seperti
orang yang baru di lahirkan setelah mengikuti workshop kepenulisan yang
diadakan oleh penulis masyhur, Maxine Hong Kingston. Sepulang dari
workshop itu, ia memiliki paradigma baru, perasaan baru, dan kehidupan baru. Ia
pun mulai menuliskan semua perasaannya. Ternyata itu membantunya untuk
menghilang stress, kekusutan pikiran, dan beban hidupnya. Akhirnya menjadi
seorang novelis. Penulis novel Shopping Cart Soldiers itu pun berkata;
“menulis menghindarkan saya dari kegelapan hidup!”
Menulis ternyata bukan sekedar media untuk menuangkan ide dan
gagasan. Sebagai sebuah terapi, menulis ternyata mampu meningkatkan
kesehatan, mengokohkan kekuatan fisik, dan menjernihkan mental.
Logikanya, saat menulis orang tersebut berarti tengah mengasah otak kiri yang berkaitan
dengan analisis dan rasional sehingga otak kanan akan bebas mencipta,
mengintuisi, dan merasakan. Dari sinilah, manfaat menulis bagi kesehatan fisik
dan mental tercipta. Selain itu, kegiatan menulis yang dilakukan secara rutin
ternyata mampu memperbaiki kualitas hidup seseorang. Nancy Morgan,
seorang penulis klinis, menyimpulkan bahwa terapi dengan menulis untuk
mencurahkan rasa ketakutan mendalam tentang penyakit, memiliki efek positif
bagi penderita kanker. Cara menulis ekspresif ini dapat memperbaiki kualitas
hidup mereka dan separuh pasien yang menerapkannya ternyata dapat mengubah cara
berpikir mereka tentang penyakit yang diderita. Studi lain dilakukan oleh James
W. Pennebaker, guru besar psikologi University of Texas. Hasil
penelitiannya selama 15 tahun yang dituangkan dalam buku “Opening
Up : The Healing Power of Expressing Emotions” mengungkapkan
setidaknya ada tiga manfaat menulis, yakni :
1. Menulis dapat meningkatkan kekebalan
tubuh,
2. Bercerita, juga lewat tulisan, dapat
menyelesaikan separuh masalah psikis,
3. Menulis sebagai katarsis (pelepasan
emosi/ketegangan).
Pennebaker juga menemukan bukti bahwa sel-sel
T-limfosit para mahasiswa menjadi lebih aktif dalam rentang waktu enam pekan
setelah mereka menulis peristiwa-peristiwa yang menekan. Indikasinya
terletak pada stimulasi sistem kekebalan tubuh. Studi-studi lain juga
menunjukkan bahwa setelah mengikuti latihan menulis maka orang cenderung lebih
jarang mengunjungi dokter, bekerja lebih baik dalam tugas sehari-hari, dan
memperoleh skor yang lebih tinggi dalam uji psikologi. Hal ini diamini pula
oleh Hernowo. Menurut penulis buku “Andaikan Buku Sepotong Pizza” ini,
menulis dapat digunakan sebagai terapi mental. Psikosomatis, gangguan
psikis yang tampil dalam bentuk gejala-gejala fisik, seperti kepala pening,
demam, nyeri tulang, dan mungkin flu akan berangsur-angsur hilang ketika Anda
menuliskan apa yang menjadi beban pikiran Anda! Tidak percaya? Coba
lihat pengalaman beberapa penulis berikut ini. Gatut Susanta, mengidap
lima jenis penyakit yakni hepatitis, gagal ginjal, pengentalan darah,
penyempitan pembuluh otak, dan infeksi kandung kemih. Media Indonesia (24
Juli 2008) memberitakan bahwa penyakit yang dideritanya sejak Februari 2005
tersebut sembuh total dengan menulis setiap hari. Kegiatan menulis
membuat Gatut merasa tenang, menerima dengan ikhlas apa yang dialami,
mensyukuri yang ia dapat, dan memberikan semangat luar biasa untuk
sembuh. Gatut akhirnya sembuh dari penyakitnya dan berhasil menulis lima
belas buku!
Berbeda dengan Asma Nadia, penulis senior di Forum Lingkar
Pena, mengalami gegar otak pada usia tujuh tahun, sakit jantung, paru-paru,
mempunyai lima tumor, dan empat belas giginya dicabut. Asma sempat tidak
bisa meneruskan kuliahnya karena sakit-sakitan. Tapi apa yang masyarakat
lihat sekarang? Asma Nadia dikenal sebagai penulis produktif yang sehat
secara fisik dan telah menulis sebanyak lima puluh buku!. Nah, jika penyakit
berat saja bisa disembuhkan dengan terapi menulis. Maka apalagi yang
membuat kita ragu untuk menulis ketika kesedihan, kegalauan, dan kekalutan
pikiran sedang datang menghampiri? Mengutip kata-kata Paulo Coelho dalam The Al
Chemist, “tulislah segala kesedihan (perasaan) yang mengganggu
dalam selembar kertas dan melarungnya ke sungai, niscaya kesedihan atau
kekuatiran kita akan sirna”.